Detik Pos Indonesia |
Kecelakaan MH370 dan Adam Air Apakah Mirip? Posted: 26 Mar 2014 07:12 PM PDT DETIKPOS.net - Kasus hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 terjawab. Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan, berdasarkan hasil analisis ulang dari data satelit Inmarsat menyebutkan pesawat berakhir di Samudra Hindia. Posisi hilang berada di sebelah barat Perth, sebuah wilayah yang jauh dari landasan mana pun. Kasus hilangnya MH370 mengingatkan kembali kejadian tujuh tahun lalu ketika pesawat Adam Air DHI574 rute Jakarta-Surabaya-Manado mengangkut 96 penumpang hilang di perairan Majene, Sulawesi Barat. Menurut pengamat penerbangan Dudi Sudibyo mengatakan, kecelakaan yang menimpa MH370 serupa dengan yang dialami Adam Air pada 2007. "Mirip, sama-sama jatuh dan masuk ke laut," kata dia kepada Tempo. Berikut kronologi kecelakaan Malaysia Airlines dan Adam Air. Malaysia Airlines: Pesawat Malaysia Airlines MH370 dari Kuala Lumpur tujuan Beijing menghilang setelah sekitar dua jam lepas landas, Sabtu, 8 Maret 2014. Berbagai teori muncul, mulai dari berhentinya pesawat tiba-tiba, insiden dalam pesawat yang menyebabkan masalah elektrik hingga beberapa teori lainnya mengenai kecelakaan itu. Belakangan diketahui pesawat Boeing 777-200 itu berakhir di Samudera Hindia. Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan, informasi itu berdasarkan analisis ulang dari data satelit Inmarsat menyebutkan pesawat berakhir di Samudra Hindia sebelah barat Perth. (baca: Jatuhnya MH370 Diungkap Satelit Inggris) "Saya diberi informasi oleh pihak Air Accidents Investigation Branch (AAIB) Inggris. Mereka menginformasikan bahwa Inmarsat, perusahaan Inggris yang memberikan data satelit yang berperan dalam penentuan koridor selatan dan utara dalam pencarian, telah mengolah data lebih lanjut," kata Najib saat memberikan keterangan, Senin, 24 Maret 2014 (baca: Penemuan MH370, Efek Dopler Atasi Minimnya Satelit ) Para pilot dan ahli penerbangan menilai ledakan di atas pesawat menjadi kemungkinan penyebab kecelakaan. Pesawat diduga berada pada ketinggian jelajah, fase paling aman dalam penerbangan dan dalam kendali autopilot. Mantan pejabat National Transportation Safety Board (NTSB) John Goglia menyebut berkurangnya tekanan di kabin secara tiba-tiba dan ekstrem bisa memicu ledakan dan membuat pesawat hancur. Dekompresi semacam itu bisa disebabkan oleh korosi. Adam Air: Adapun kecelakaan pesawat Adam Air DHI574 rute Surabaya-Manado pada 1 Januari 2007 di perairan Majene, Sulawesi Barat, disebabkan oleh sistem navigasi yang bermasalah. Kesimpulan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) ketika itu menyebutkan, pada saat itu pilot sibuk memperbaiki instrumen navigasi inertial reference system (IRS). Pilot berdiskusi mengenai hal itu selama sembilan menit hingga mengabaikan instrumen penerbangan lainnya. Kesimpulan itu setelah KNKT membaca kotak hitam yang diangkat dari dasar laut pada 27 Agustus 2007. Berikut ini kronologi jatuhnya pesawat Adam Air Boeing 737-400 yang berusia 18 tahun itu. 12.58: Pesawat Adam Air lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya. 13.14: Setelah mencapai utara Kepulauan Kangean pada ketinggian 6.705 meter (22 ribu kaki), Adam Air diminta berbelok ke arah DIOLA (nama waypoint dalam dunia penerbangan di dekat Teluk Towuti, Sulawesi Tengah). 13.19: Pesawat berada pada ketinggian 10.668 meter (35 ribu kaki) dan ke timur laut arah ENDOG (di atas Kangean). 13.29: Menara kaget karena Adam Air ternyata kemudian berbelok ke utara, bukan ke timur laut. 13.37.21: Menara Pengawas di Makassar meminta Adam Air kembali ke arah semula. Angin saat itu normal. Selama 9 menit kemudian, pilot dan kopilot sibuk berdiskusi tentang masalah yang terjadi pada alat navigasi IRS. Ada dua IRS, masing-masing satu di bagian kiri dan kanan. Keduanya berisi data berbeda. IRS nomor 2 (kanan) yang bermasalah. 13.56.15: Pesawat mulai menukik. Pilot berusaha memperbaikinya dengan mengalihkan mode IRS-2 ke posisi ATT (untuk naik). Ternyata pengubahan itu mengakibatkan sistem autopilot tidak aktif. Posisi pesawat terakhir pada ketinggian 35 ribu kaki. 14.09: Pesawat tidak bisa dikontak lagi. Kotak hitam berhenti merekam pada 2.743 meter, dua puluh detik sebelum terdengar suara pukulan keras dua kali, "Tam..., tam!" Pesawat jatuh ke laut. Data kecepatan pesawat yang terekam adalah Mach 0.926 (1.105 kilometer per jam). Puing-puing pesawat ditemukan pada kedalaman 2.000 meter di perairan Majene. Kotak hitam diangkat pada 27 dan 28 Agustus 2007, delapan bulan setelah pesawat jatuh. Editor: Risma Sumber: Tempo |
Pembelian Tank Leopard Dikritik Mantan Presiden BJ Habibie Posted: 26 Mar 2014 06:07 PM PDT DETIKPOS.net - Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie mengkritik keputusan Kementerian Pertahanan yang membeli tank Leopard. Menurut dia, tank Leopard tak cocok sebagai alutsista pertahanan Indonesia. "Kita impor tank Leopard itu untuk apa? Itu kan untuk negara padang pasir, bukan negara maritim. Skenario perang berubah, sekarang pembuat tank itu mencari orang yang mau bayar besi tuanya. Pakai dong otaknya," ujar Habibie saat memberikan pidato penutup dalam seminar "Uji Publik Capres 2014: Mencari Pemimpin Muda Berkualitas" yang diadakan The Habibie Center, di Jakarta, Rabu (26/3/2014) siang. Apalagi, lanjut Habibie, tank tersebut beratnya mencapai 60 ton. Alat seberat itu, menurut dia, tidak akan cocok untuk dioperasikan di Indonesia. "Belum tentu bisa lewat jembatan, tidak kuat nanti jembatannya. Dan, saya dengar akan datang langsung 120 (buah), mau taruh di mana?" ujarnya. Habibie meyakini bahwa pihak Kementerian Pertahanan sudah mengetahui mengenai kondisi-kondisi teknis itu. Namun, menurut dia, Kemenhan sepertinya lebih mementingkan unsur ekonomi dibandingkan unsur teknis dari pembelian tank itu. "Itu otak ekonomi, otak dagang, mumpung murah, jadinya dibeli. Saya tidak mau kritik siapa pun juga, saya cuma mau peringatkan anak cucu intelektual saya," katanya. Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertahanan membeli 42 unit tank tempur utama Leopard 2A4 dan 61 unit tank tempur utama Leopard Revolution. Bersamaan dengan itu, Kemenhan juga mendatangkan 50 unit tank tempur medium Marder yang kesemuanya berasal dari pabrikan asal Jerman, Rheinmenttal. Komisi I DPR dan Kemenhan sudah sepakat menganggarkan dana 280 juta dollar AS untuk membeli alutsista yang diperuntukkan TNI AD tersebut. Editor: Risma Sumber: Kompas |
You are subscribed to email updates from Blog Berita Indonesia To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar